2.1 Tumbuh kembang aliran
Gestalt
Psikologi
Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala
sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam psikologi Gestalt
disebut sebagai phenomena (gejala). Phenomena adalah data yang paling dasar
dalam Psikologi Gestalt.
Teori belajar Gestalt (Gestalt
Theory) ini lahir di Jerman tahun 1912 dipelopori dan dikembangkan oleh Max
Wertheimer (1880 – 1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving,
dari pengamatannya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah, dan
menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis.
Sumbangannya ini diikuti tokoh-tokoh lainnya, seperti Kurt Koffka (1886 – 1941)
yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, Wolfgang
Kohler (1887 – 1967) yang meneliti tentang “insight” pada simpanse yaitu
mengenai mentalitas simpanse (ape) di pulau Canary. Dan Kurt Lewin (1890 –
1947) yang mengembangkan suatu teori belajar (cognitif field) dengan menaruh
perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial. Penelitian – penelitian
mereka menumbuhkan psikologi Gestalt yang menekankan bahasan pada masalah
konfigurasi, struktur, dan pemetaan dalam pengalaman.
Istilah ‘Gestalt’ sendiri
merupakan istilah bahasa Jerman yang sukar dicari terjemahannya dalam
bahasa-bahasa lain. Arti Gestalt bisa bermacam-macam sekali, yaitu ‘form’,
‘shape’ (dalam bahasa Inggris) atau bentuk, hal, peristiwa, hakikat, esensi,
totalitas. Terjemahannya dalam bahasa Inggris pun bermacam-macam antara lain
‘shape psychology’, ‘configurationism’, ‘whole psychology’ dan sebagainya.
Karena adanya kesimpangsiuran dalam penerjemahannya, akhirnya para sarjana di
seluruh dunia sepakat untuk menggunakan istilah ‘Gestalt’ tanpa menerjemahkan
kedalam bahasa lain.
Aliran Gestalt muncul di Jerman
sebagai kritik atau protes terhadap aliran strukturalisme yang di anut oleh W.
Wundt. Pandangan Gestalt menolak analisis dan penguraian jiwa ke dalam
elemen-elemen yang lebih kecil yang dikemukakan oleh W. Wunt. Karena
dengan demikian, makna dari jiwa itu sendiri berubah sebab bentuk kesatuannya
juga hilang. Aliran Gestalt menolak ajaran elementisme dari W.Wundt dan
berpendapat bahwa gejala kejiwaan (khususnya persepsi, karena inilah yang
banyak diteliti oleh aliran Gestalt) haruslah dilihat sebagai keseluruhan yang
utuh, yang tidak terpecah-terpecah dalam bagian-bagian, harus dilihat sebagai
suatu “Gestal Aliran psikologi Gestalt berkembang lebih lanjut.
Antara lain, dengan melalui tokoh yang bernama Kurt Lewin (1890-1947),
yang membawa aliran ini ke Amerika Serikat, berkembang aliran baru di Amerika
Serikat yang dinamakan Psikologi Kognitif. Aliran ini merupakan perpaduan
antara aliran Behaviorisme yang pada tahun 1940-an itu sudah ada di Amerika
Serikat dengan aliran Psikologi Gestalt yang dibawa oleh K. Lewin. Aliran ini
menitik beratkan pada proses-proses sentral (misalnya: Sikap, Ide, Harapan)
untuk mewujudkan tingkahlaku.
Perkembangan Psikologi Gestalt
setelah berjumpa dengan aliran Behaviorisme di Amerika Serikat, melahirkan
aliran Psikologi Kognitif dengan tokoh-tokohnya antara lain F. Heider dan L.
Festinger. Aliran ini khususnya mempelajari hal-hal yang terjadi dalam alam
kesadaran (kognisi) dan besar pengaruhnya dalam cabang Psikologi Sosial,
khususnya untuk mempelajari hubungan antar manusia.
2.2 Tokoh-tokoh aliran Gestalt
- Max
Wertheimer (1880-1943)
Max Wertheimer dilahirkan di Praha
pada tanggal 15 April 1880. Max Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga
serangkai pendiri aliran psikologi Gestalt. Konsep pentingnya : Phi phenomenon,
yaitu bergeraknya objek statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah
dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia
melakukan interpretasi. Weirthmeir menunjuk pada proses interpretasi dari
sensasi obyektif yang kita terima. Proses ini terjadi di otak dan sama sekali
bukan proses fisik tetapi proses mental sehingga diambil kesimpulan ia
menentang pendapat W. Wunt.
Max Wertheimer dianggap sebagai
pendiri teori Gestalt setelah dia melakukan eksperimen dengan menggunakan alat
yang bernama stroboskop, yaitu alat yang berbentuk kotak dan diberi suatu alat
untuk dapat melihat ke dalam kotak itu. Di dalam kotak terdapat dua buah garis
yang satu melintang dan yang satu tegak. Kedua gambar tersebut diperlihatkan
secara bergantian, dimulai dari garis yang melintang kemudian garis yang tegak,
dan diperlihatkan secara terus menerus. Kesan yang muncul adalah garis tersebut
bergerak dari tegak ke melintang. Gerakan ini merupakan gerakan yang semu
karena sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak melainkan dimunculkan secara
bergantian.
Pada tahun 1923, Wertheimer
mengemukakan hukum-hukum Gestalt dalam bukunya yang berjudul “Investigation of
Gestalt Theory”. Hukum-hukum itu antara lain :
a.
Hukum
Kedekatan (Law of Proximity)
b.
Hukum
Ketertutupan (Law of Closure)
c.
Hukum
Kesamaan (Law of Equivalence)
2. Kurt
Koffka (1886-1941)
Koffka lahir di Berlin tanggal 18
Maret 1886. Sumbangan Koffka kepada psikologi adalah penyajian yang sistematis
dan pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi,
mulai persepsi, belajar, mengingat, sampai kepada psikologi belajar dan
psikologi sosial. Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa
belajar dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt.
Teoti Koffa tentang belajar antara lain :
a. Jejak
ingatan (memory traces), adalah suatu pengalaman yang membekas di otak.
Jejak-jejak ingatan ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti
prinsip-prinsip Gestalt dan akan muncul kembali kalau kita mempersepsikan
sesuatu yang serupa serupa dengan jejak-jejak yang tadi.
b. Perjalanan
waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak dapat
melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak
tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestal yang
lebih baik dalam ingatan.
c.
Latihan
yang terus menerus akan memperkuat jejak ingatan.
3. Wolfgang
Kohler (1887-1967)
Kohler lahir di Reval, Estonia pada
tanggal 21 Januari 1887. Kohler pernah melakukan penyelidikan terhadap
inteligensi kera. Hasil kajiannya ditulis dalam buku bertajuk The Mentality of
Apes (1925). Eksperimennya adalah : seekor simpanse diletakkan di dalam
sangkar. Pisang digantung di atas sangkar. Di dalam sangkar terdapat beberapa
kotak berlainan jenis. Mula-mula hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan
pisang itu tetapi tidak berhasil. Karena usaha-usaha itu tidak membawa hasil,
simpanse itu berhenti sejenak, seolah-olah memikir cara untuk mendapatkan
pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu ide dan kemudian menyusun
kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan memanjatnya untuk mencapai
pisang itu.
Menurut Kohler apabila organisme
dihadapkan pada suatu masalah atau problem, maka akan terjadi ketidakseimbangan
kogntitif, dan ini akan berlangsung sampai masalah tersebut terpecahkan. Karena
itu, menurut Gestalt apabila terdapat ketidakseimbangan kognitif, hal ini akan
mendorong organisme menuju ke arah keseimbangan. Dalam eksperimennya Kohler
sampai pada kesimpulan bahwa organisme dalam hal ini simpanse dalam memperoleh
pemecahan masalahnya diperoleh dengan pengertian atau dengan insight.
4. Kurt
Lewin (1890-1947)
Pandangan Gestalt diaplikasikan
dalam field psychology oleh Kurt Lewin. Lewin lahir di Jerman. Mula-mula Lewin
tertarik pada paham Gestalt, tetapi kemudian ia mengkritik teori Gestalt karena
dianggapnya tidak adekuat. Lewin kurang setuju dengan pendekatan Aristotelian
yang mementingkan struktur dan isi gejala kejiwaan. Ia lebih cenderung kearah
pendekatan yang Galilean, yaitu yang mementingkan fungsi kejiwaan.
Konsep utama Lewin adalah Life
Space, yaitu lapangan psikologis tempat individu berada dan bergerak. Lapangan
psikologis ini terdiri dari fakta dan obyek psikologis yang bermakna dan
menentukan perilaku individu (B=f L). Tugas utama psikologi adalah meramalkan
perilaku individu berdasarkan semua fakta psikologis yang eksis dalam lapangan
psikologisnya pada waktu tertentu. Life space terbagi atas bagian-bagian yang
memiliki batas-batas. Batas ini dapat dipahami sebagai sebuah hambatan individu
untuk mencapai tujuannya. Gerakan individu mencapai tujuan (goal) disebut
locomotion. Dalam lapangan psikologis ini juga terjadi daya (forces) yang menarik
dan mendorong individu mendekati dan menjauhi tujuan. Apabila terjadi
ketidakseimbangan (disequilibrium), maka terjadi ketegangan (tension). Salah
suatu teori Lewin yang bersifat praktis adalah teori tentang konflik. Akibat
adanya vector-vector yang saling bertentangan dan tarik menarik, maka seseorang
dalam suatu lapangan psikologis tertentu dapat mengalami konflik (pertentangan
batin) yang jika tidak segera diselesaikan dapat mengakibatkan frustasi dan
ketidakseimbangan.
Berdasarkan kepada vector yang saling bertentangan itu.
Lewin
membagi konflik dalam 3 bagian
a.
Konflik
mendekat-mendekat (Approach-Approach Conflict)
Konflik ini terjadi jika seseorang menghadapi dua obyek yang
sama-sama bernilai positif.
b.
Konflik
menjauh-menjauh (Avoidance-Avoidance Conflict)
c.
Konflik
ini terjadi kalau seseorang berhadapan dengan dua obyek yang sama-sama
mempunyai nilai negative tetapi ia tidak bisa menghindari kedua obyek
sekaligus.
d.
Konflik
mendekat-menjauh (Approach-Avoidance Conflict)
Konflik ini terjadi jika ada satu obyek yang mempunyai nilai
positif dan nilai negative sekaligus.
2.3 Teori Belajar Gestalt
2.3.1 Pokok-Pokok Teori Belajar Menurut Aliran Gestalt
Pandangan Gestalt Tentang Belajar dan The Memory Trace (Kesan Ingatan)
Menurut teori
Gestalt, belajar adalah berkenaan dengan keseluruhan individu dan timbul dari
interaksinya yang matang dengan lingkungannya. Melalui interaksi ini, kemudian
tersusunlah bentuk-bentuk persepsi, imajinasi dan pandangan baru. Kesemuanya,
secara bersama-sama membentuk pemahaman atau wawasan (Insight), yang bekerja
selama individu melakukan pemecahan masalah. (Hidayati, 2012)
Walaupun demikian
pemahaman (insight) itu barulah berfungsi kalau ada persepsi/tanggapan terhadap
masalahnya, memahami kesulitan, unsur-unsur dan tujuannya. Sementara itu, dalam
belajar menurut Gestaltis prinsipnya berkaitan dengan proses berfikir (proses
problem solving) dan persepsi. Dalam hal ini terdapat empat prinsip yang
dikembangkan oleh Wertheimer dan kemudian diaplikasikan Kohler mengenai berfikir
dan persepsi. Persepsi adalah kemampuan manusia untuk mengenal dan untuk
memahami apa yang tidak diketahuinya. Penerimaan sesuatu berarti bahwa manusia
dapat mengingat pengalaman-pengalaman, objek atau kejadian masa lalu.
Tetapi ada
problem khusus di dalam belajar dimana Gestaltis menguraikan
gagasan-gagasannya, mendiskusikan memori manusia daripada eksperimen
kondisioning pada binatang, sehingga hampir semua ilustrasi yang mengikutinya,
berkaitan dengan memori manusia. Problem utamanya adalah bagaimana untuk
menghadirkan memori yaitu bagaimana melakukan konseptualisasi pengalaman masa
lalu kedalam masa kini. Hal ini diurai dalam sebuah teori yang disebut teori
bekas.
Wulf (Hidayati,
2012) mendiskripsikan kecenderungan organisasional dari memori dengan memberi
nama penyamarataan (leveling), Penajaman (Sharpening),dan normalisasi
(Normalizing).
Penyamarataan
(leveling) adalah kecenderungan menuju simetri atau menuju pendangan yang
simpel dari kepelikan pola perseptual. Koffka mengasumsikan bahwa proses
levelling juga dapat diterapkan pada persoalan kognitif. Sebagai contoh, kita
mengingat perasaan perjalanan di kereta api, seseorang bisa mengingat impresi
yang menyamaratakan gerakan maju (kereta api) dan wilayah pedalaman yang meluas
dengan tanpa pengingatan sensasi dari goyangan (kereta api) ke sisi yang satu
dan sisi yang lain.
Penajaman (Sharpening) adalah tindakan
penekanan pada ketiadaan perbedaan pola. Ini kelihatan pada satu dari
karakteristik memori manusia bahwa kualitasnya paling jelas memberikan
identitas objek yang cenderung untuk dibesar-besarkan di dalam reproduksi objek
itu.
Normalisasi (normalizing)
terjadi ketika objek yang direproduksi dimodifikasi agar sesuai dengan memori
sebelumnya. Modifikasi ini biasanya cenderung menuju pengingatan kembali objek
yang lebih banyak seperti apa objek itu muncul.
Reproduksi
berikutnya dari objek stimulus yang sama melebihi waktu sebelum menjadi makin
besarseperti sesuatu yang umum (dan sebab itu sesuatu itu menjadi ”normal”).
Disisi lain, para gestaltis memberikan perhatian yang agak terdistorsi dalam
perlakuan konvensional terhadap belajar, sehingga problem khusus yang
ditekankan adalah bukan seleksi secara natural bentuk problem dari sudut
pandang mereka. Beberapa problem yang menjadi perhatian Gestalt antara lain
sebagai berikut:
Karena belajar
memerlukan pembedaan dan restrukturisasi persoalan, kondisi yang lebih tinggi
dari belajar sangat banyak bergantung pada kecakapan alamiah untuk memberi
reaksi dalam kebiasaan itu. Dengan meningkatkan kecakapan untuk organisasi
perseptual atau kemampuan untuk memahami problem-problem yang mengarahkan untuk
meningkatkan kemampuan belajar.
Memori kita
adalah bekas yang dinyatakan (secara positif tanpa bukti) dari persepsi. Hukum
perseptual juga menentukan hubungan elemen-elemen di dalam memori. Karena itu,
pengulangan pengalaman akan membangun secara kumulatif pada
pengalaman-pengalaman yang lebih dulu hanya jika kejadian yang kedua dianggap
sebagai sesuatu keadaan pemunculan dari pengalaman terdahulu.
Gestalt percaya
bahwa akibat yang datang kemudian tidak terjadi secara otomatis dan tanpa di
sadari untuk memperkuat tindakan sebelumnya. Motivasi dipandang sebagai
penempatan suatu organisme ke dalam situasi problem: rewards dan punishment
memerankan untuk memperkuat atau tidak memperkuat solusi terhadap problem yang
diusahakan.
- Pemahaman (Understanding)
Pemahaman
hubungan, kesadaran hubungan antara bagian-bagian dan keseluruhan, berhubungan
dengan konsekuensi, ditekankan oleh para penulis Gestalt.
Konsep Gestalt
lebih mengarah pada transfer perubahan. Pola hubungan dipahami di situasi yang
bisa diterapkan pada situasi yang lain. Satu keuntungan dari belajar yaitu
dengan pemahaman, lebih baik daripada penghafalan tanpa berfikir. Sebab,
pemahaman dapat merubah jarak situasi yang lebih dalam, dan lebih sering
menyebabkan aplikasi yang salah dari belajar yang sudah-sudah.
Pelupaan
dihubungkan dengan bagian perubahan di dalam bekas. Bekas bisa tidak kelihatan
melalui pengurangan secara gradual (kemungkinan susah untuk membuktikan atau
tidak), melalui perusakan karena sebagian kacau balau, bidang yang terstruktur
sakit, atau karena asimilasi pada bekas atau proses baru.
2.3.2 Prinsip Belajar menurut teori Gestalt
Adapun prinsip-prinsip
belajar menurut teori Gestal adalah:
- Belajar berdasarkan keseluruhan
Orang berusaha
menghubungkan suatu pelajaran dengan pelajaran lainnya sebanyak mungkin.
- Belajar adalah suatu proses perkembangan
Anak-anak baru dapat
mempelajari dan merencanakan bila ia telah matang untuk menerima bahan
pelajaran itu. Manusia sebagai organisme yang berkembang, kesediaan mempelajari
sesuatu tidak hanya ditentukan oleh kematangan jiwa batiniah, tetapi juga
perkembangan karena lingkungan dan pengalaman.
- Siswa sebagai organisme keseluruhan
Siswa belajar tidak
hanya inteleknya saja, tetapi juga emosional dan jasmaniahnya. Dalam pengajaran
modern guru di samping mengajar, juga mendidik untuk membentuk pribadi siswa.
Belajar pada pokonya
yang terpenting pada penyesuaian pertama ialah memperoleh respon yang tepat.
mudah atau sukarnya problem itu terutama adalah masalah pengamatan, bila dalam
suatu kemampuan telah dikuasai betul-betul maka dapat dipindahkan untuk
kemampuan yang lain.
- Belajar adalah reorganisasi pengalaman
Pengalaman adalah suatu
interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Belajar itu baru itmbul bila
seseorang menemui suatu situasi/soal baru. Dalam menghadapi itu ia akan
menggunakan segala pengalaman yang telah dimiliki.
Insight adalah suatu saat
dalam proses belajar di mana seseorang melihat pengertian tentang sangkut-paut
dan hubungan-hubungan tertentu dalam unsur yang mengandung suatu problem.
- Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan
siswa
Hal tersebut akan
terjadi bila berhubungan dengan apa yang diperlukan siswa dalam kehidupan
sehari-hari. Di sekolah progresif, siswadiajak membicarakan tentang proyek/unit
aga tahu tujuan yang akan dicapai dan yakin akan manfaatnya
- Belajar berlangsung terus-menerus
Siswa memperoleh
pengetahuan tak hanya di sekolah tetapi juga di luar sekolah, dalam pergaulan;
memperoleh pengalaman sendiri-sendiri, karena itu sekolah harus bekerja sama
dengan orang tua di rumah dan masyarakay, agar semua turut serta membantu
perkembangan siswa secara harmonis.
(dalam Salmeto, 2010)
2.4 Implementasi teori belajar Gestalt dalam
pembelajaran PAI
Teori Gestalt
memberikan beberapa prinsip belajar yang berharga yang coba kami terapkan dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam, antara lain :
- Manusia
bereaksi terhadap lingkungan secara keseluruhan, tidak hanya secara
intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, sosial dan sebagainya.
Untuk prinsip ini maka mahasiswa diarahkan untuk mampu berkomunikasi dengan
baik, mengedepankan kesantunan dan dilatih secara mental agar dapat
berbicara didepan umum agar tidak ada rasa canggung dalam mengajar
nantinya.
- Belajar
adalah penyesuaian diri dengan lingkungan. Pada prinsip kedua ini,
mahasiswa diharapkan dapat bertindak dan berbuat sesuai dengan apa yang
dipelajarinya dan dari lingkungan disekitarnya serta dapat belajar dari
pengalaman.
- Manusia
berkembang sebagai keseluruhan dari foetus atau bayi dalam kandungan
sempai dewasa. Dalam tiapfase perkembangan manusia itu senantiasa manusia
lengkap yang berkembang dalam segala aspek-aspeknya. Untuk itu mahasiswa
harus di pacu untuk lebih banyak tahu hari ini daripada hari kemarin
dengan cara memberikan pengertian bahwa ilmunya tidak boleh jalan ditempat
tetapi harus di tambah dengan banyak membaca referensi lain di luar
referensi yang di berikan di kelas.
- Belajar
adalah perkembangan ke arah deferensial yang lebih luas.
Pada prinsip ini kita mengarahkan mahasiswa untuk memecahkan masalah
dengan melihat masalah itu secara keseluruhan dan kemudian
bagian-bagiannya, yang dilatih adalah cara siswa menganalisis segala
persoalan.
- Belajar
hanya berhasil bila tercapai kematangan untuk memperoleh insight.
Untuk itu mahasiswa diarahkan untuk memecahkan masalah didalam kelas dalam
bentuk diskusi agar pemahamannya datang dari mereka sendiri.
- Belajar
tidak mungkin tanpa kemauan untuk belajar. Dosen harus terus memotivasi
mahasiswa, sebab motivasi memberi dorongan yang menggerakkan seluruh
organisme.
- Belajar
berhasil kalau ada tujuan yang mengandung arti bagi individu. Pada prinsip
ketujuh ini, mahasiswa dapat diberikan pengertian bahwa mata kuliah
Metodologi Pengajaran Agama Islam sangat berguna jika mereka ingin terjun
ke dunia pendidikan baik formal maupun informal, dan berguna bagi mereka
ketika telah berumah tangga, serta bagaimana untuk mengajarkan anak-anak
mereka, agar mereka antusias di dalam proses perkuliahan.
- Dalam
proses belajar, anak itu senantiasa merupakan suatu organisme yang aktif,
bukan suatu bejana yang harus diisi, atau suatu otomat yang digerakkan
oleh orang lain. Prinsip kedelapan ini merupakan acuan bagi dosen mata
kuliah Metodologi Pengajaran Agama Islam untuk memberikan keleluasaan bagi
mahasiswa untuk mengembangkan buah fikiran mereka, tanpa batas; dan
menganggap mahasiswa sebagai partner di dalam berteori bukan sebagai
makhluk yang paling tahu di kelas.
Di dalam penerapan teori Gestalt (teori lapangan) pada
pembelajaran Pendidikan Agama Islam, dosen harus menerapkan konsep bahwa
belajar dirangsang dengan adanya suatu problema, masalah atau soal, agar
insight dalam diri mahasiswa dapat keluar dari persembunyiannya dan mencoba
mencari pemecahan masalahnya. Bagaimanakah seseorang memecahkan masalah itu.
Dewey dalam Nasution (1982:47) melihat dalam pemecahan masalah itu ada 5
langkah yaitu :
- Menyadari
adanya suatu masalah. Kita harus memahami apa masalahnya. Kita harus dapat
merumuskannya, sehingga masalah itu mendapat batasan yang jelas.
Selanjutnya masalah itu harus dianalisis.
- Memajukan
hipotesis. Hipotesis adalah jawaban atau jalan yang mungkin memberi
pemecahan masalah itu.
- Mengumpulkan
data atau keterangan dengan mengadakan bacaan atau mencarinya dari
sumber-sumber lain seperti observasi, eksperimen.
- Menilai
dan mencobakan hipotesis itu. Dengan keterangan-keterangan yang diperoleh
ada kemungkinan salah satu hipotesis itu memberi jalan ke arah pemecahan
masalah itu.
- Mengambil
kesimpulan, membuat laporan atau berbuat sesuatu berdasarkan pemecahan
soal itu.
Cara memecahkan masalah seperti diatas disebut the
method of intelelligence, the method of problem solving, atau the
scientific method yakni metode dengan menggunakan intelegensi, metode
pemecahan masalah, atau metode ilmiah, sebab banyak dilakukan dalam pemecahan
masalah-masalah ilmiah. Menurut Nasution (2003:101), teori Gestalt atau
“lapangan” mengutamakan proses, memecahkan masalah. Namun tiap proses belajar
memerlukan bahan pelajaran tertentu. Namun proses dan produk tidak dapat
dipisahkan.
Adapun pada sumber lain
menjelaskan penerapan teori Gestalt pada proses pembelajaran diantaranya:
a) Pengalaman tilikan (insight), pengalaman ini sangat penting dalam
perilaku dimana dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki
kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu
objek atau peristiwa.
b) Pembelajaran bermakna (meaningfull learning), kebermaknaan
unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses
pembelajaran.
c) Perilaku brtujuan ( pusposive behaviour ), bahwa perilaku terarah pada
tujuan. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas
pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d) Prinsip ruang hidup (life space), bahwa perilaku individu memiliki
keterkaitan dengan lingkungan di mana ia berada.
e) Transfer dalam belajar, yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
tertentu kesituasi lain. Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik
telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan
generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi
lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk
menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
2.5 Analisa teori Gestalt
dalam perspektif Islam
Ada beberapa hal keterkaitan antara teori Gestalt dengan Islam, yaitu
sebagai berikut
1.Penekanan akan betapa pentingnya hubungan diri seseorang dengan dirinya
sendiri, orang lain dan lingkungan.
H. R. Muslim :
كلّ
انسان يولد على الفطرة فابواه بعد يهود و ينصرنه ويمجسانه فان كان مسلمين ومسلما
Artinya : “Setiap orang dilahirkan ibunya dalam keadaan fitrah, setelah
ayah-ibunya lah yang menjadikannya yahudi, nasrani, atau majusi. Maka jika
kedua orang tuanya itu muslim, maka anak itu akan menjadi seorang muslim"
2. Menjadi lebih sadar atas apa yang diindrakan dan dirasakan oleh manusia
Q.S An-nahl : 78
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ
شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۙ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya : "Dan Allah
mengeluarkanmu dari perut ibumu dalam tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia
memberikan pendengaran, penglihatan agar kamu bersyukur"
3. Bertanggung jawab atas tindakannya yang mereka lakukan termasuk
konsekuensinya
Q.S Az-zalzalah : 7-8
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8
فَمَنْ
يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (٧) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ
ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ ( - See more at:
http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-zalzalah.html#sthash.D4aRGeSQ.dpuf
Artinya : Barang siapa
yang berbuat suatu kebaikan sekecil apapun, maka ia akan melihat balasannya,
dan barang siapa yang berbuat suatu keburukan sekecil apapun maka ia akan
melihat balasannya.