Kamis, 09 Juni 2016

Mata Pelajaran Aqidah Akhlak



PENTINGNYA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK

            Pengertian Akidah Akhlak Menurut bahasa, kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu [عَقَدَ-يَعْقِدُ-عَقْدً] artinya adalah mengikat atau mengadakan perjanjian. Sedangkan Aqidah menurut istilah adalah urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan oleh badai subhat (keragu-raguan).
            Sementara kata “akhlak” juga berasal dari bahasa Arab, yaitu [خلق] jamaknya  [أخلاق] yang artinya tingkah laku, perangai tabi’at, watak, moral atau budi pekerti. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak dapat diartikan budi pekerti, kelakuan. Jadi, akhlak merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama, maka disebut akhlak yang baik atau akhlaqul karimah, atau akhlak mahmudah. Akan tetapi apabila tindakan spontan itu berupa perbuatan-perbuatan yang jelek, maka disebut akhlak tercela atau akhlakul madzmumah.
            Pendidikan Aqidah dan Akhlaq adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah dan merealisasikannya dalam perilaku Akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan pembiasaan. Dalam kehidupan masyarakat yang majemuk dalam bidang keagamaan, pendidikan ini juga diarahkan pada peneguhan aqidah di satu sisi dan peningkatan toleransi serta saling menghormati dengan penganut agama lain dalam rangka mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa.

LANDASAN AQIDAH AKHLAK

            Dasar Akidah Akhlak Dasar aqidah akhlak adalah ajaran Islam itu sendiri yang merupakan sumber-sumber hukum dalam Islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Al Qur’an dan Al Hadits adalah pedoman hidup dalam Islam yang menjelaskan kriteria atau ukuran baik buruknya suatu perbuatan manusia. Dasar aqidah akhlak yang pertama dan utama adalah Al Qur’an dan. Ketika ditanya tentang aqidah akhlak Nabi Muhammad SAW, Siti Aisyah berkata.” Dasar aqidah akhlak Nabi Muhammad SAW adalah Al Qur’an.”Islam mengajarkan agar umatnya melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk. Ukuran baik dan buruk tersebut dikatakan dalam Al Qur’an. Karena Al Qur’an merupakan firman Allah, maka kebenarannya harus diyakini oleh setiap muslim.
Sebagaimana Firman Allah swt dalam QS Ibrohim ayat 1
 
الر ۚ كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ 
 "Alif Laam Raa ….. ( ini adalah ) Kitab yang kami turunkan kepadamu (Muhammad) supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegerlapan kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan, (Yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha terpuji ”. (QS;Ibrahim ayat; 1)

Sebagaimana sabda Rosulullah saw :
 
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَ هُمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ
  “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‘Aku tinggalkan dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya yaitu Kitabullah dan Sunnahku, serta keduanya tidak akan berpisah sampai keduanya mendatangiku di Telaga (di Surga).”


FUNGSI DAN TUJUAN
1.  Fungsi
            Didalam Al Qur’an telah dijelaskan fungsi dari Aqidah Akhlak yaitu :
* Membimbing seseorang dalam bertingkah laku. Disini Rasululullah merupakan suri tauladan yang harus dicontoh sikap dan akhlaknya.Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS : Al-Ah Zaab, 21). Dari rumusan tujuan dan fungsi tentang Aqidah Akhlak sebagai suatu pengajaran di lembaga pendidikan madrasah, pada hakekatnya memiliki tujuan agra siswa mampu menghayati nilai-nilai aqidah akhlak dan diharapkan siswa dapat merealisasikannya dalam kehidupan bermasyarakat.Dengan demikian maka jelaslah bahwa tujuan pendidikan atau pengajaran aqidah akhlak merupakan penjabaran tujuan Pendidikan Agama Islam.

2.  Tujuan

            Mata pelajaran Aqidah-Akhlaq bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam Akhlaqnya yang terpuji, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang Aqidah dan Akhlaq Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggiآ 

            Agar peserta didik memiliki pengetahuan, penghayatan, dan keyakinan yang benar terhadap hal-hal yang harus diimani, sehingga dalam bersikap dan bertingkah-laku sehari-hari berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits.Agar siswa memiliki pengetahuan, penghayatan, dan keinginan yang kuat untuk mengamalkan ahlak yang baik dan berusaha sekuat tenaga untuk meninggalkan akhlak yang buruk, baik dalam hubungannya dengan Allali SWT, diri sendiri, antar manusia maupun hubungannya dengan alam lingkungan.


Teori Belajar Gestalt dan Penerapannya dalam PAI


2.1 Tumbuh kembang aliran Gestalt


               Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam psikologi Gestalt disebut sebagai phenomena (gejala). Phenomena adalah data yang paling dasar dalam Psikologi Gestalt.

               Teori belajar Gestalt (Gestalt Theory) ini lahir di Jerman tahun 1912 dipelopori dan dikembangkan oleh Max Wertheimer (1880 – 1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving, dari pengamatannya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah, dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis. Sumbangannya ini diikuti tokoh-tokoh lainnya, seperti Kurt Koffka (1886 – 1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, Wolfgang Kohler (1887 – 1967) yang meneliti tentang “insight” pada simpanse yaitu mengenai mentalitas simpanse (ape) di pulau Canary. Dan Kurt Lewin (1890 – 1947) yang mengembangkan suatu teori belajar (cognitif field) dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial. Penelitian – penelitian mereka menumbuhkan psikologi Gestalt yang menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur, dan pemetaan dalam pengalaman.

               Istilah ‘Gestalt’ sendiri merupakan istilah bahasa Jerman yang sukar dicari terjemahannya dalam bahasa-bahasa lain. Arti Gestalt bisa bermacam-macam sekali, yaitu ‘form’, ‘shape’ (dalam bahasa Inggris) atau bentuk, hal, peristiwa, hakikat, esensi, totalitas. Terjemahannya dalam bahasa Inggris pun bermacam-macam antara lain ‘shape psychology’, ‘configurationism’, ‘whole psychology’ dan sebagainya. Karena adanya kesimpangsiuran dalam penerjemahannya, akhirnya para sarjana di seluruh dunia sepakat untuk menggunakan istilah ‘Gestalt’ tanpa menerjemahkan kedalam bahasa lain.

               Aliran Gestalt muncul di Jerman sebagai kritik atau protes terhadap aliran strukturalisme yang di anut oleh W. Wundt. Pandangan Gestalt menolak analisis dan penguraian jiwa ke dalam elemen-elemen yang lebih kecil yang dikemukakan oleh W. Wunt. Karena dengan demikian, makna dari jiwa itu sendiri berubah sebab bentuk kesatuannya juga hilang. Aliran Gestalt menolak ajaran elementisme dari W.Wundt dan berpendapat bahwa gejala kejiwaan (khususnya persepsi, karena inilah yang banyak diteliti oleh aliran Gestalt) haruslah dilihat sebagai keseluruhan yang utuh, yang tidak terpecah-terpecah dalam bagian-bagian, harus dilihat sebagai suatu “Gestal                                         Aliran  psikologi Gestalt berkembang lebih lanjut. Antara lain, dengan melalui tokoh yang bernama Kurt Lewin (1890-1947), yang membawa aliran ini ke Amerika Serikat, berkembang aliran baru di Amerika Serikat yang dinamakan Psikologi Kognitif. Aliran ini merupakan perpaduan antara aliran Behaviorisme yang pada tahun 1940-an itu sudah ada di Amerika Serikat dengan aliran Psikologi Gestalt yang dibawa oleh K. Lewin. Aliran ini menitik beratkan pada proses-proses sentral (misalnya: Sikap, Ide, Harapan) untuk mewujudkan tingkahlaku.

               Perkembangan Psikologi Gestalt setelah berjumpa dengan aliran Behaviorisme di Amerika Serikat, melahirkan aliran Psikologi Kognitif dengan tokoh-tokohnya antara lain F. Heider dan L. Festinger. Aliran ini khususnya mempelajari hal-hal yang terjadi dalam alam kesadaran (kognisi) dan besar pengaruhnya dalam cabang Psikologi Sosial, khususnya untuk mempelajari hubungan antar manusia.


2.2 Tokoh-tokoh aliran Gestalt


  1. Max Wertheimer (1880-1943)

            Max Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880. Max Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi Gestalt. Konsep pentingnya : Phi phenomenon, yaitu bergeraknya objek statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi. Weirthmeir menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi obyektif yang kita terima. Proses ini terjadi di otak dan sama sekali bukan proses fisik tetapi proses mental sehingga diambil kesimpulan ia menentang pendapat W. Wunt.

            Max Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori Gestalt setelah dia melakukan eksperimen dengan menggunakan alat yang bernama stroboskop, yaitu alat yang berbentuk kotak dan diberi suatu alat untuk dapat melihat ke dalam kotak itu. Di dalam kotak terdapat dua buah garis yang satu melintang dan yang satu tegak. Kedua gambar tersebut diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari garis yang melintang kemudian garis yang tegak, dan diperlihatkan secara terus menerus. Kesan yang muncul adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke melintang. Gerakan ini merupakan gerakan yang semu karena sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak melainkan dimunculkan secara bergantian.

            Pada tahun 1923, Wertheimer mengemukakan hukum-hukum Gestalt dalam bukunya yang berjudul “Investigation of Gestalt Theory”. Hukum-hukum itu antara lain :

a.       Hukum Kedekatan (Law of Proximity)

b.      Hukum Ketertutupan (Law of Closure)

c.       Hukum Kesamaan (Law of Equivalence)

2. Kurt Koffka (1886-1941)

            Koffka lahir di Berlin tanggal 18 Maret 1886. Sumbangan Koffka kepada psikologi adalah penyajian yang sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai persepsi, belajar, mengingat, sampai kepada psikologi belajar dan psikologi sosial. Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt.
Teoti Koffa tentang belajar antara lain :

a.     Jejak ingatan (memory traces), adalah suatu pengalaman yang membekas di otak. Jejak-jejak ingatan ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti prinsip-prinsip Gestalt dan akan muncul kembali kalau kita mempersepsikan sesuatu yang serupa serupa dengan jejak-jejak yang tadi.

b.   Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak dapat melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestal yang lebih baik dalam ingatan.

c.       Latihan yang terus menerus akan memperkuat jejak ingatan.


       3. Wolfgang Kohler (1887-1967)

            Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. Kohler pernah melakukan penyelidikan terhadap inteligensi kera. Hasil kajiannya ditulis dalam buku bertajuk The Mentality of Apes (1925). Eksperimennya adalah : seekor simpanse diletakkan di dalam sangkar. Pisang digantung di atas sangkar. Di dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan jenis. Mula-mula hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu tetapi tidak berhasil. Karena usaha-usaha itu tidak membawa hasil, simpanse itu berhenti sejenak, seolah-olah memikir cara untuk mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu ide dan kemudian menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan memanjatnya untuk mencapai pisang itu.

            Menurut Kohler apabila organisme dihadapkan pada suatu masalah atau problem, maka akan terjadi ketidakseimbangan kogntitif, dan ini akan berlangsung sampai masalah tersebut terpecahkan. Karena itu, menurut Gestalt apabila terdapat ketidakseimbangan kognitif, hal ini akan mendorong organisme menuju ke arah keseimbangan. Dalam eksperimennya Kohler sampai pada kesimpulan bahwa organisme dalam hal ini simpanse dalam memperoleh pemecahan masalahnya diperoleh dengan pengertian atau dengan insight.


      4. Kurt Lewin (1890-1947)

            Pandangan Gestalt diaplikasikan dalam field psychology oleh Kurt Lewin. Lewin lahir di Jerman. Mula-mula Lewin tertarik pada paham Gestalt, tetapi kemudian ia mengkritik teori Gestalt karena dianggapnya tidak adekuat. Lewin kurang setuju dengan pendekatan Aristotelian yang mementingkan struktur dan isi gejala kejiwaan. Ia lebih cenderung kearah pendekatan yang Galilean, yaitu yang mementingkan fungsi kejiwaan.

            Konsep utama Lewin adalah Life Space, yaitu lapangan psikologis tempat individu berada dan bergerak. Lapangan psikologis ini terdiri dari fakta dan obyek psikologis yang bermakna dan menentukan perilaku individu (B=f L). Tugas utama psikologi adalah meramalkan perilaku individu berdasarkan semua fakta psikologis yang eksis dalam lapangan psikologisnya pada waktu tertentu. Life space terbagi atas bagian-bagian yang memiliki batas-batas. Batas ini dapat dipahami sebagai sebuah hambatan individu untuk mencapai tujuannya. Gerakan individu mencapai tujuan (goal) disebut locomotion. Dalam lapangan psikologis ini juga terjadi daya (forces) yang menarik dan mendorong individu mendekati dan menjauhi tujuan. Apabila terjadi ketidakseimbangan (disequilibrium), maka terjadi ketegangan (tension). Salah suatu teori Lewin yang bersifat praktis adalah teori tentang konflik. Akibat adanya vector-vector yang saling bertentangan dan tarik menarik, maka seseorang dalam suatu lapangan psikologis tertentu dapat mengalami konflik (pertentangan batin) yang jika tidak segera diselesaikan dapat mengakibatkan frustasi dan ketidakseimbangan.
Berdasarkan kepada vector yang saling bertentangan itu.

Lewin membagi konflik dalam 3 bagian

a.       Konflik mendekat-mendekat (Approach-Approach Conflict)

Konflik ini terjadi jika seseorang menghadapi dua obyek yang sama-sama bernilai positif.

b.      Konflik menjauh-menjauh (Avoidance-Avoidance Conflict)

c.       Konflik ini terjadi kalau seseorang berhadapan dengan dua obyek yang sama-sama mempunyai nilai negative tetapi ia tidak bisa menghindari kedua obyek sekaligus.

d.      Konflik mendekat-menjauh (Approach-Avoidance Conflict)

Konflik ini terjadi jika ada satu obyek yang mempunyai nilai positif dan nilai negative sekaligus.


2.3 Teori Belajar Gestalt


2.3.1 Pokok-Pokok Teori Belajar Menurut Aliran Gestalt


Pandangan Gestalt Tentang Belajar dan The Memory Trace (Kesan Ingatan)

               Menurut teori Gestalt, belajar adalah berkenaan dengan keseluruhan individu dan timbul dari interaksinya yang matang dengan lingkungannya. Melalui interaksi ini, kemudian tersusunlah bentuk-bentuk persepsi, imajinasi dan pandangan baru. Kesemuanya, secara bersama-sama membentuk pemahaman atau wawasan (Insight), yang bekerja selama individu melakukan pemecahan masalah. (Hidayati, 2012)

               Walaupun demikian pemahaman (insight) itu barulah berfungsi kalau ada persepsi/tanggapan terhadap masalahnya, memahami kesulitan, unsur-unsur dan tujuannya. Sementara itu, dalam belajar menurut Gestaltis prinsipnya berkaitan dengan proses berfikir (proses problem solving) dan persepsi. Dalam hal ini terdapat empat prinsip yang dikembangkan oleh Wertheimer dan kemudian diaplikasikan Kohler mengenai berfikir dan persepsi. Persepsi adalah kemampuan manusia untuk mengenal dan untuk memahami apa yang tidak diketahuinya. Penerimaan sesuatu berarti bahwa manusia dapat mengingat pengalaman-pengalaman, objek atau kejadian masa lalu.

               Tetapi ada problem khusus di dalam belajar dimana Gestaltis menguraikan gagasan-gagasannya, mendiskusikan memori manusia daripada eksperimen kondisioning pada binatang, sehingga hampir semua ilustrasi yang mengikutinya, berkaitan dengan memori manusia. Problem utamanya adalah bagaimana untuk menghadirkan memori yaitu bagaimana melakukan konseptualisasi pengalaman masa lalu kedalam masa kini. Hal ini diurai dalam sebuah teori yang disebut teori bekas.  

               Wulf (Hidayati, 2012) mendiskripsikan kecenderungan organisasional dari memori dengan memberi nama penyamarataan (leveling), Penajaman (Sharpening),dan normalisasi (Normalizing).

               Penyamarataan (leveling) adalah kecenderungan menuju simetri atau menuju pendangan yang simpel dari kepelikan pola perseptual. Koffka mengasumsikan bahwa proses levelling juga dapat diterapkan pada persoalan kognitif. Sebagai contoh, kita mengingat perasaan perjalanan di kereta api, seseorang bisa mengingat impresi yang menyamaratakan gerakan maju (kereta api) dan wilayah pedalaman yang meluas dengan tanpa pengingatan sensasi dari goyangan (kereta api) ke sisi yang satu dan sisi yang lain.

               Penajaman (Sharpening) adalah tindakan penekanan pada ketiadaan perbedaan pola. Ini kelihatan pada satu dari karakteristik memori manusia bahwa kualitasnya paling jelas memberikan identitas objek yang cenderung untuk dibesar-besarkan di dalam reproduksi objek itu.

               Normalisasi (normalizing) terjadi ketika objek yang direproduksi dimodifikasi agar sesuai dengan memori sebelumnya. Modifikasi ini biasanya cenderung menuju pengingatan kembali objek yang lebih banyak seperti apa objek itu muncul.

               Reproduksi berikutnya dari objek stimulus yang sama melebihi waktu sebelum menjadi makin besarseperti sesuatu yang umum (dan sebab itu sesuatu itu menjadi ”normal”). Disisi lain, para gestaltis memberikan perhatian yang agak terdistorsi dalam perlakuan konvensional terhadap belajar, sehingga problem khusus yang ditekankan adalah bukan seleksi secara natural bentuk problem dari sudut pandang mereka. Beberapa problem yang menjadi perhatian Gestalt antara lain sebagai berikut:

  • Kecakapan (Capacity)

               Karena belajar memerlukan pembedaan dan restrukturisasi persoalan, kondisi yang lebih tinggi dari belajar sangat banyak bergantung pada kecakapan alamiah untuk memberi reaksi dalam kebiasaan itu. Dengan meningkatkan kecakapan untuk organisasi perseptual atau kemampuan untuk memahami problem-problem yang mengarahkan untuk meningkatkan kemampuan belajar.

  • Praktek (Practice)

               Memori kita adalah bekas yang dinyatakan (secara positif tanpa bukti) dari persepsi. Hukum perseptual juga menentukan hubungan elemen-elemen di dalam memori. Karena itu, pengulangan pengalaman akan membangun secara kumulatif pada pengalaman-pengalaman yang lebih dulu hanya jika kejadian yang kedua dianggap sebagai sesuatu keadaan pemunculan dari pengalaman terdahulu.

  • Motivasi (Motivation)

               Gestalt percaya bahwa akibat yang datang kemudian tidak terjadi secara otomatis dan tanpa di sadari untuk memperkuat tindakan sebelumnya. Motivasi dipandang sebagai penempatan suatu organisme ke dalam situasi problem: rewards dan punishment memerankan untuk memperkuat atau tidak memperkuat solusi terhadap problem yang diusahakan.

  • Pemahaman (Understanding)

               Pemahaman hubungan, kesadaran hubungan antara bagian-bagian dan keseluruhan, berhubungan dengan konsekuensi, ditekankan oleh para penulis Gestalt.

  • Transfer (Transfer)

               Konsep Gestalt lebih mengarah pada transfer perubahan. Pola hubungan dipahami di situasi yang bisa diterapkan pada situasi yang lain. Satu keuntungan dari belajar yaitu dengan pemahaman, lebih baik daripada penghafalan tanpa berfikir. Sebab, pemahaman dapat merubah jarak situasi yang lebih dalam, dan lebih sering menyebabkan aplikasi yang salah dari belajar yang sudah-sudah. 

  • Pelupaan (forgetting)

               Pelupaan dihubungkan dengan bagian perubahan di dalam bekas. Bekas bisa tidak kelihatan melalui pengurangan secara gradual (kemungkinan susah untuk membuktikan atau tidak), melalui perusakan karena sebagian kacau balau, bidang yang terstruktur sakit, atau karena asimilasi pada bekas atau proses baru.


2.3.2 Prinsip Belajar menurut teori Gestalt


Adapun prinsip-prinsip belajar menurut teori Gestal adalah:
  •  Belajar berdasarkan keseluruhan

Orang berusaha menghubungkan suatu pelajaran dengan pelajaran lainnya sebanyak mungkin.

  • Belajar adalah suatu proses perkembangan

Anak-anak baru dapat mempelajari dan merencanakan bila ia telah matang untuk menerima bahan pelajaran itu. Manusia sebagai organisme yang berkembang, kesediaan mempelajari sesuatu tidak hanya ditentukan oleh kematangan jiwa batiniah, tetapi juga perkembangan karena lingkungan dan pengalaman.

  • Siswa sebagai organisme keseluruhan

Siswa belajar tidak hanya inteleknya saja, tetapi juga emosional dan jasmaniahnya. Dalam pengajaran modern guru di samping mengajar, juga mendidik untuk membentuk pribadi siswa.

  • Terjadi Transfer

Belajar pada pokonya yang terpenting pada penyesuaian pertama ialah memperoleh respon yang tepat. mudah atau sukarnya problem itu terutama adalah masalah pengamatan, bila dalam suatu kemampuan telah dikuasai betul-betul maka dapat dipindahkan untuk kemampuan yang lain.

  • Belajar adalah reorganisasi pengalaman

Pengalaman adalah suatu interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Belajar itu baru itmbul bila seseorang menemui suatu situasi/soal baru. Dalam menghadapi itu ia akan menggunakan segala pengalaman yang telah dimiliki.
  • Belajar harus insight

Insight adalah suatu saat dalam proses belajar di mana seseorang melihat pengertian tentang sangkut-paut dan hubungan-hubungan tertentu dalam unsur yang mengandung suatu problem.

  • Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan siswa

Hal tersebut akan terjadi bila berhubungan dengan apa yang diperlukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Di sekolah progresif, siswadiajak membicarakan tentang proyek/unit aga tahu tujuan yang akan dicapai dan yakin akan manfaatnya

  • Belajar berlangsung terus-menerus

Siswa memperoleh pengetahuan tak hanya di sekolah tetapi juga di luar sekolah, dalam pergaulan; memperoleh pengalaman sendiri-sendiri, karena itu sekolah harus bekerja sama dengan orang tua di rumah dan masyarakay, agar semua turut serta membantu perkembangan siswa secara harmonis.

                                                                                                  (dalam Salmeto, 2010)

2.4 Implementasi teori belajar Gestalt dalam pembelajaran PAI
Teori Gestalt memberikan beberapa prinsip belajar yang berharga yang coba kami terapkan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, antara lain :

  1. Manusia bereaksi terhadap lingkungan secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, sosial dan sebagainya. Untuk prinsip ini maka mahasiswa diarahkan untuk mampu berkomunikasi dengan baik, mengedepankan kesantunan dan dilatih secara mental agar dapat berbicara didepan umum agar tidak ada rasa canggung dalam mengajar nantinya.
  2. Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan. Pada prinsip kedua ini, mahasiswa diharapkan dapat bertindak dan berbuat sesuai dengan apa yang dipelajarinya dan dari lingkungan disekitarnya serta dapat belajar dari pengalaman.
  3. Manusia berkembang sebagai keseluruhan dari foetus atau bayi dalam kandungan sempai dewasa. Dalam tiapfase perkembangan manusia itu senantiasa manusia lengkap yang berkembang dalam segala aspek-aspeknya. Untuk itu mahasiswa harus di pacu untuk lebih banyak tahu hari ini daripada hari kemarin dengan cara memberikan pengertian bahwa ilmunya tidak boleh jalan ditempat tetapi harus di tambah dengan banyak membaca referensi lain di luar referensi yang di berikan di kelas.
  4. Belajar adalah perkembangan ke arah deferensial yang lebih luas. Pada prinsip ini kita mengarahkan mahasiswa untuk memecahkan masalah dengan melihat masalah itu secara keseluruhan dan kemudian bagian-bagiannya, yang dilatih adalah cara siswa menganalisis segala persoalan.
  5. Belajar hanya berhasil bila tercapai kematangan untuk memperoleh insight. Untuk itu mahasiswa diarahkan untuk memecahkan masalah didalam kelas dalam bentuk diskusi agar pemahamannya datang dari mereka sendiri.
  6. Belajar tidak mungkin tanpa kemauan untuk belajar. Dosen harus terus memotivasi mahasiswa, sebab motivasi memberi dorongan yang menggerakkan seluruh organisme.
  7. Belajar berhasil kalau ada tujuan yang mengandung arti bagi individu. Pada prinsip ketujuh ini, mahasiswa dapat diberikan pengertian bahwa mata kuliah Metodologi Pengajaran Agama Islam sangat berguna jika mereka ingin terjun ke dunia pendidikan baik formal maupun informal, dan berguna bagi mereka ketika telah berumah tangga, serta bagaimana untuk mengajarkan anak-anak mereka, agar mereka antusias di dalam proses perkuliahan.
  8. Dalam proses belajar, anak itu senantiasa merupakan suatu organisme yang aktif, bukan suatu bejana yang harus diisi, atau suatu otomat yang digerakkan oleh orang lain. Prinsip kedelapan ini merupakan acuan bagi dosen mata kuliah Metodologi Pengajaran Agama Islam untuk memberikan keleluasaan bagi mahasiswa untuk mengembangkan buah fikiran mereka, tanpa batas; dan menganggap mahasiswa sebagai partner di dalam berteori bukan sebagai makhluk yang paling tahu di kelas.

               Di dalam penerapan teori Gestalt (teori lapangan) pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam, dosen harus menerapkan konsep bahwa belajar dirangsang dengan adanya suatu problema, masalah atau soal, agar insight dalam diri mahasiswa dapat keluar dari persembunyiannya dan mencoba mencari pemecahan masalahnya. Bagaimanakah seseorang memecahkan masalah itu. Dewey dalam Nasution (1982:47) melihat dalam pemecahan masalah itu ada 5 langkah yaitu :

  1. Menyadari adanya suatu masalah. Kita harus memahami apa masalahnya. Kita harus dapat merumuskannya, sehingga masalah itu mendapat batasan yang jelas. Selanjutnya masalah itu harus dianalisis.
  2. Memajukan hipotesis. Hipotesis adalah jawaban atau jalan yang mungkin memberi pemecahan masalah itu.
  3. Mengumpulkan data atau keterangan dengan mengadakan bacaan atau mencarinya dari sumber-sumber lain seperti observasi, eksperimen.
  4. Menilai dan mencobakan hipotesis itu. Dengan keterangan-keterangan yang diperoleh ada kemungkinan salah satu hipotesis itu memberi jalan ke arah pemecahan masalah itu.
  5. Mengambil kesimpulan, membuat laporan atau berbuat sesuatu berdasarkan pemecahan soal itu.

               Cara memecahkan masalah seperti diatas disebut the method of intelelligence, the method of problem solving, atau the scientific method yakni metode dengan menggunakan intelegensi, metode pemecahan masalah, atau metode ilmiah, sebab banyak dilakukan dalam pemecahan masalah-masalah ilmiah. Menurut Nasution (2003:101), teori Gestalt atau “lapangan” mengutamakan proses, memecahkan masalah. Namun tiap proses belajar memerlukan bahan pelajaran tertentu. Namun proses dan produk tidak dapat dipisahkan.

Adapun pada sumber lain menjelaskan penerapan teori Gestalt pada proses pembelajaran diantaranya:

a)      Pengalaman tilikan (insight), pengalaman ini sangat penting dalam perilaku dimana dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek atau peristiwa.

b)      Pembelajaran bermakna (meaningfull learning), kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran.

c)      Perilaku brtujuan ( pusposive behaviour ), bahwa perilaku terarah pada tujuan. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.

d)     Prinsip ruang hidup (life space), bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan di mana ia berada.

e)      Transfer dalam belajar, yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi tertentu kesituasi lain. Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.


2.5 Analisa teori Gestalt dalam perspektif Islam


Ada beberapa hal keterkaitan antara teori Gestalt dengan Islam, yaitu sebagai berikut 
1.Penekanan akan betapa pentingnya hubungan diri seseorang dengan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.

H. R. Muslim :

كلّ انسان يولد على الفطرة فابواه بعد يهود و ينصرنه ويمجسانه فان كان مسلمين ومسلما     

Artinya : “Setiap orang dilahirkan ibunya dalam keadaan fitrah, setelah ayah-ibunya lah yang menjadikannya yahudi, nasrani, atau majusi. Maka jika kedua orang tuanya itu muslim, maka anak itu akan menjadi seorang muslim"
 
2. Menjadi lebih sadar atas apa yang diindrakan dan dirasakan oleh manusia

Q.S An-nahl : 78
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya : "Dan Allah mengeluarkanmu dari perut ibumu dalam tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberikan pendengaran, penglihatan agar kamu bersyukur"
 
      3. Bertanggung jawab atas tindakannya yang mereka lakukan termasuk konsekuensinya

Q.S Az-zalzalah : 7-8 
 فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (٧) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ      ( - See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-zalzalah.html#sthash.D4aRGeSQ.dpuf

Artinya : Barang siapa yang berbuat suatu kebaikan sekecil apapun, maka ia akan melihat balasannya, dan barang siapa yang berbuat suatu keburukan sekecil apapun maka ia akan melihat balasannya.